Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Abu
‘Amr ibn Al ‘Alaa berkata, “Dinamakan bulan Muharram karena peperangan (jihad) diharamkan
pada bulan tersebut” (Tarikh Ad
Dimasyq 1/51), jika saja jihad yang disyariatkan lalu hukumnya menjadi terlarang pada
bulan tersebut maka hal ini bermakna
perbuatan-perbuatan yang secara asal telah dilarang oleh Allah Swt memiliki penekanan pengharaman untuk lebih dihindari secara khusus pada bulan ini.
Allah Swt berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا
عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ
كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
"Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa." (Q.S. at Taubah :36).
Salah seorang ahli tafsir
dari kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Di’amah Sadusi RA menyatakan, “Amal
sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram sebagaimana
kezholiman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan dengan
kezholiman yang dikerjakan di bulan-bulan lain meskipun secara umum kezholiman
adalah dosa yang besar” (lihat Tafsir Al Baghawi dan Tafsir Ibn Katsir)
Dalam hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Bakrah RA, Rasulullah Saw menjelaskan keempat bulan haram yang dimaksud :
إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ
يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ
شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya
zaman itu berputar sebagaimana
bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada
dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan
berturut-turut; Dzulqa’dah,
Dzulhijjah dan Muharram serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan
Jumada Akhiroh dan
Sya’ban.” HR. Bukhari (3197) dan Muslim (1679)
Kedua belas bulan yang ada
adalah makhluk ciptaan Allah, akan tetapi bulan Muharram meraih keistimewaan
khusus karena hanya bulan inilah yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan
Allah)
Rasulullah Saw bersabda :
Rasulullah Saw bersabda :
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ
اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ
اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan
adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang
paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. H.R. Muslim (11630) dari Abu Hurairah
Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus karena disandarkan kepada lafzhul Jalalah (lafad Allah). Para Ulama telah menerangkan bahwa ketika suatu makhluk disandarkan pada
lafzhul Jalalah maka itu
mengindikasikasikan tasyrif (pemuliaan) terhadap makhluk tersebut, sebagaimana istilah baitullah (rumah Allah) bagi masjid atau lebih khusus Ka’bah dan naqatullah (unta Allah) istilah bagi
unta Nabi Sholeh. Demikian pula
menurut Al Hafizh Abul Fadhl Al ‘Iraqy. (lihat
Hasyiah As Suyuthi ‘ala Sunan An Nasaai)
Bagaimana memadukan antara hadits ini dengan hadits yang
menyebutkan bahwa Nabi Saw memperbanyak puasa di
bulan Sya’ban bukan di bulan Muharram? Imam Nawawi telah menjawab pertanyaan
ini, beliau mengatakan boleh jadi Rasulullah Saw belum mengetahui
keutamaan puasa Muharram kecuali di akhir hayat beliau atau mungkin ada saja
beberapa udzur yang menghalangi beliau untuk memperbanyak berpuasa di bulan
Muharram seperti beliau mengadakan safar atau sakit. (Lihat Al Minhaj Syarah
Shohih Muslim bin Hajjaj)
Kaum Yahudi juga berpuasa di hari Asyuro
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى
الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ
هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ
مُوسَى قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Ibnu Abbas RA berkata : Ketika
Rasulullah Saw tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘
Asyura, maka Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka menjawab, “Ini
adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari
musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah Saw pun bersabda, "Aku
lebih berhak terhadap Musa daripada kalian“Maka beliau berpuasa dan
memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. H.R. Bukhari (1865) dan
Muslim(1910)
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوهُ أَنْتُمْ
Dari Abu Musa RA berkata, “Hari ‘Asyuro adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan
mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulullah Saw bersabda (kepada
ummatnya), “Berpuasalah kalian (pada hari itu)” HR. Bukhari (1866) dan
Muslim(1912), lafal hadits ini menurut periwayatan imam Muslim)
Kaum Quraiys di zaman Jahiliyah juga berpuasa Asyuro dan puasa ini
diwajibkan atas kaum muslimin sebelum kewajiban puasa Ramadhan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ
الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ
تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ . متفق
عليه.
Dari Aisyah RA berkata, Kaum Qurays pada masa Jahiliyyah juga berpuasa di hari ‘Asyuro
dan Rasulullah Saw juga berpuasa pada hari itu, ketika beliau telah tiba di Madinah maka beliau tetap
mengerjakannya dan memerintahkan ummatnya untuk berpuasa. Setelah puasa
Ramadhan telah diwajibkan beliau pun meninggalkan (kewajiban) puasa ‘Asyuro,
seraya bersabda, “Barangsiapa yang ingin berpuasa maka silakan tetap berpuasa
dan barangsiapa yang tidak ingin berpuasa maka tidak mengapa”. HR. Bukhari (1863) dan Muslim(1897)
عن عَبْد اللَّهِ بْن عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ
عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ
رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ
تَرَكَهُ (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Umar RA bahwa kaum Jahiliyah dulu
berpuasa Asyuro dan Rasulullah Saw serta kaum muslimin juga
berpuasa sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya
hari ‘Asyuro termasuk hari-hari Allah, barangsiapa ingin maka berpuasalah dan
siapa yang ingin meninggalkan maka boleh” HR. Muslim(1901)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى
صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ
عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
"Aku tidak pernah
melihat Rasulullah Saw, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali
pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu Ramadhan.” H.R. Bukhari (1867) dan Muslim(1914)
عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ بْنِ
عَفْرَاءَ قَالَتْ أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ مَنْ
كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا
فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ
صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى
الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى
أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ
Dari Rubai’ bintu Mu’awwidz bin ‘Afra’ RA
berkata, Nabi Muhammad Saw di pagi hari Asyuro mengutus ke perkampungan kaum
Anshar yang berada di sekitar Medinah (pesan), “Barangsiapa yang tidak berpuasa
hari itu hendaknya menyempurnakan sisa waktu di hari itu dengan berpuasa dan
barangsiapa yang berpuasa maka hendaknya melanjutkan puasanya”. Rubai’ berkata,
“Maka sejak itu kami berpuasa pada hari ‘Asyuro dan menyuruh anak-anak kami
berpuasa dan kami buatkan untuk mereka permainan yang terbuat dari kapas lalu
jika salah seorang dari mereka menangis karena ingin makan maka kami
berikan kepadanya permainan tersebut hingga masuk waktu berbuka puasa” HR. Bukhari (1960) dan Muslim (1136)
Keutamaan puasa Asyuro
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صِيَامُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي
قَبْلَهُ
Dari Abu Qatadah
radhiyallohu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam bersabda,
“Puasa hari ‘Asyuro aku berharap kepada Allah akan menghapuskan dosa tahun
lalu” HR. Tirmidzi (753), Ibnu Majah (1738) dan Ahmad(22024). Hadits semakna
dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shohih beliau (1162)
Hukum berpuasa ‘Asyuro Sebelum dan Sesudah Tanggal 10
Ibnu Abbas RA berkata : Ketika Rasulullah shallallohu alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura
dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) menyampaikan,
"Ya Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah Saw pun bersabda
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ
حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
:"Jika tahun depan insya Allah (kita bertemu kembali dengan bulan Muharram), kita akan
berpuasa juga pada hari
kesembilan (tanggal sembilan)”
Akan tetapi belum tiba
Muharram tahun depan hingga Rasulullah saw wafat di tahun tersebut HR. Muslim (1134)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ صُومُوا
التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ
Ibnu Abbas radhiyallohu
anhuma beliau berkata, “Berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram,
berbedalah dengan orang Yahudi” Diriwayatkan dengan sanad
yang shohih oleh Baihaqi di As Sunan Al Kubro (8665) dan Ath Thobari di Tahdzib
Al Aatsaar(1110)
Imam Ibnu Qoyyim dalam
kitab Zaadul Ma’aad setelah merinci dan menjelaskan riwayat-riwayat
seputar puasa ‘Asyuro, beliau menyimpulkan : Ada tiga tingkatan berpuasa
‘Asyuro: Urutan pertama; dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari,
yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11).
Urutan kedua; puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak
hadits . Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja. (Zaadul Ma’aad 2/63)
Kesimpulan Ibnul Qayyim di
atas didasari dengan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma,
Rasulullah Saw bersabda :
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ
الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
"Puasalah pada hari
Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari
sebelumnya atau sehari sesudahnya.“ HR. Imam Ahmad(2047), Ibnu
Khuzaimah(2095) dan Baihaqi (8667)
Namun hadits ini sanadnya
lemah, Asy Syaikh Al Albani RA
menyatakan, “Hadits ini sanadnya lemah karena salah seorang perowinya yang
bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila jelek hafalannya, selain
itu riwayatnya menyelisihi riwayat ‘Atho bin Abi Rabah dan selainnya yang juga
meriwayatkan dengan sanad yang shohih bahwa ini adalah perkataan Ibnu
Abbas RA sebagaimana yang disebutkan oleh Thahawi dan Baihaqi. Ta’liq Shohih Ibn
Khuzaimah (3/290)
Namun demikian puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11 Muharram) dikuatkan oleh para ulama dengan dua alasan :
1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan
penetapan awal bulannya tidak tepat, maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat
memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro
(tanggal 10)
2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan
bulan (Ayyamul bidh).
Adapun puasa tanggal 9 dan 10, pensyariatannya dinyatakan dalam hadis yang shahih, dimana Rasulullah Saw pada akhir hidup beliau sudah merencanakan untuk puasa pada tanggal 9, hanya saja beliau wafat sebelum melaksanakannya. Beliau juga telah memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi.
Sedangkan puasa pada tanggal 10 saja; sebagian ulama memakruhkannya, meskipun sebagian ulama yang lain memandang tidak mengapa jika hanya berpuasa ‘Asyuro (tanggal 10) saja.
Secara umum, hadits-hadis
yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah Saw untuk melakukan puasa, sekalipun hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah(sangat dianjurkan),
dan tentunya kita sepatutnya berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah
banyak dilalaikan oleh kaum muslimin.
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan
menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi
ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu
Hibban menyatakan bahwa hal itu boleh
dilakukan.
dilakukan.
Banyak sekali keistimewaan
yang terjadi pada bulan Muharram (10 Muharram). Seperti :
1.
Penciptaan alam, langit, bintang, gunung dan sebagainya.
2.
Adam diciptakan, masuk surga dan taubatnya
diterima Allah SWT.
3.
Nabi Idris diangkat ke langit.
4.
Nabi Nuh mendarat di atas gunung Judi.
5.
Nabi Ibrahim lahir, selamat dari api raja
Namrudz dan diterima taubatnya
6.
Nabi Yunus diselamatkan dari ikan Nun.
7.
Nabi Yusuf keluar dari sumur pembuangan dan
keluar penjara akibat fitnah Zulaikha
8.
Nabi Yakub disembuhkan dari penyakit butanya
9.
Nabi Musa menyeberangi laut Merah bersama
kaumnya.
10.
Nabi Ayub disembuhkan dari penyakit beratnya
11.
Allah Swt menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi
Musa
12.
Allah Swt mengampuni Nabi Dawud
13.
Allah Swt pertama kali menurunkan rahmad
14.
Allah Swt pertama kali menurunkan hujan
15.
Allah Swt menciptakan Lauhul Mahfud
16.
Allah Swt menganugerahkan kerajaan kepada Nabi
Sulaiman
17.
Allah Swt menciptakan malaikat Jibril
18.
Allah Swt menciptakan “arsy
19.
Allah Swt menyelamatkan ka’bah dar banjir besar
20.
Allah Swt mengangkat Nabi Isa ke langit
Dan masih
banyak lagi peristiwa yang terjadi pada tanggal 10 Muharram. Dengan banyaknya
kejadian positif ini, maka orang yang berpuasa Muharram sama artinya dengan
menghormati peristiwa-peristiwa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar